SELAMAT DATANG Kepada Seluruh Peserta yang sudah melakukan pendaftaran dan pembayaran Acara Pembekalan Kenotariatan, 5 Maret 2016 di Premier Basko Hotel, Padang

Rabu, 20 Mei 2015

RETROSPEKSI BANTING HARGA DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT DALAM INTERNAL NOTARIS



ARTIKEL OPINI:

RETROSPEKSI BANTING HARGA DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT DALAM INTERNAL NOTARIS

Oleh Hendra Idris *)

      SALAH satu "penyakit notaris" yang tidak bisa atau sulit dihilangkan dari tahun ke tahun, adalah, pertama, membanting harga hingga titik terendah. Kedua, menjelekkan sesama rekan sejawat dengan maksud mengangkat kehebatan diiri sendiri. Ketiga, nafsu memupuk kekayaan secara berlebihan.Keempat, tidak adanya membaca teori teori hukum keperdataan serta minimnya membaca aturan perundangan-undangan berkaitan dengan kenotariatan. Dan, tentu saja, sangat jarang membaca buku buku kenotariatan. Kelima, meremehkan penyelenggaraan acara seminar, pelatihan kenotariatan serta sosialisasi undang undang kenotariatan yang diselenggarakan oleh organisasi tunggal notaris (baca: Ikatan Notaris Indonesia /INI) atau organisasi PPAT (baca :Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah/ IPPAT). Dan keenam, perampasan klien oleh rekan notaris, dengan cara menjelekkan rekan notaris awal.
       Ada alasan  ketujuh ---dan ini baru muncul kemudian--- yaitu semenjak semakin banyak Program Magister Kenotariatan (MKn) oieh Perguruan Tinggi swasta, yang tumbuh bak jamur. Pemaksaan kelulusan si mahasiswa oleh Petinggi Prodi MKn, tetapi mengabaikan kualitas diri si mahasiswa dengan kurikulum yang keliru (salah menerapkan makna "keahlian kenotariatan").
Ketujuh hal hal di atas, seakan menjadi rahasia umum bagi para notaris, terhadap rekan sejawat.Namun ironisnya, hal itu pun seolah dibiarkan tumbuh subur, bahkan berkembang kian melebar.
Kenapa ini bisa terjadi?
       Sejatinya, alasan alasan kenapa ini bisa terjadi:
Pertama, karena takut kehilangan pendapatan dan/atau kehilangan klien sehingga mengganggu pemasukan keuangan kantor si notaris. Kedua, masih adanya terselubung sifat SMS (susah melihat rekan senang, atau senang melihat rekan susah di segelintir oknum notaris). Ketiga, tidak merasa penting lagi ilmu ilmu hukum, tetapi merasa lebih penting ilmu melobi dan ilmu marketing atau sales, sehingga cenderung lebih banyak mengarah ke bisnis atau komersil ketimbang khitah sebagai pejabat yang terhormat sebagaimana Pasal 1868 KUHPerdata dan Undang -undang Jabatan Notaris (UU No 30 /2004 jo UU No 2 /2014-pen) serta Peraturan Jabatan PPAT (PP No 37 Tahun 1998-pen).Keempat, sedikit mengasah diri pada saat magang sebelum dilantik jadi notaris, bahkan ada yang cuma dengan bekal surat keterangan magang untuk memohon pengangkatan notaris tanpa pernah ikut magang, atau ada ikut magang tetapi tak mengasah kemampuan diri dan seakan tak sadar manfaat bagi diri si calon notaris, ditambah Si Notaris tempat menerima magang tak mampu mendidik secara baik dan maksimal. Kelima, lemahnya kurikulum praktik dan etika, dalam masa kuliah MKn, oleh Penyelenggara MKn. Keenam, Gengsi dan Gaya Hidup yang over. Ketujuh, sebagian kecil oknum Notaris, merasa senang bisa mengambil atau marampas klien notaris lain, untuk diambil jadi klien si oknum notaris tersebut.Kedelapan, aura bank begitu menggoda dan membanggakan.
        Dengan beberapa uraian di atas, banyak sekali Notaris, yang setelah dilantik, berpikir pragmatis. Bagaimana melanggengkan klien, membina klien, tetapi kadang melecehkan rekan sejawat Notaris, terutama jika adanya pertemuan dengan Mitra Perbankan. Tidak sedikit Notaris diperdaya atau diadu domba oleh klien, termasuk rekanan atau mitra.
        Dalam pelbagai pertemuan sesama rekan sejawat, misalnya, tak jarang oknum notaris saling tak acuh dan seolah tidak saling kenal, di hadapan Mitra Perbankan.
Prinsip sempit Para Notaris yang sangat keliru sampai saat ini, banyak mematri diri sebagian oknum notaris "Merebut jadi rekanan Bank, Leasing dll, dengan cara membanting harga atau biaya hingga titik terendah, mengalahkan harga atau biaya yg telah disoodorkan rekan Notaris terdahulu, yang masih aktif jadi rekanan Bank atau leasing tersebut."
        Lemahnya etika ini, karena --seperti hal di atas--- kurangnya (atau enggan) membaca atau mengulang-ulang dengan baik serta meresapi ke dalam kehidupan pribadi pelajaran atau aturan Kode Etik Notaris yang sudah dipelajari semasa kuliah, yang sama-sama diketahui sebagai salah satu syarat untuk diangkat jadi Notaris.
       Berangkat dari paparan-paparan di atas, menurut hemat penulis, ada hal yang menjadi benang merah kenapa fenomena pembantingan harga dan persaingan tidak sehat itu makin membuncah dan tumbuh kian subur, Yakni, begitu banyaknya pendidikan kenotariatan dan semakin mudahnya menjadi notaris saat ini. Hal lain, menumpuknya notaris di suatu daerah tertentu, sehingga pembagian kue yang semakin mengecil menyebabkan sesama rekan sejawat saling sikut, untuk sama sama menyelamatkan diri masing-masing dengan tameng atau dalih : " untuk membiayai operasional kantor".
        Akibat persaingan ini, kadang mengabaikan keluhuran martabat atau jabatan, sehingga tak jarang mengabaikan Rukun dalam formalitas akta sebagaimana UUJN.
Banyak yang tak menyadari, "Kriminalisasi Notaris", semakin melebarkan jurang bagi notaris, yang seakan sudah terlena (dan asyik) dengan persaingan tidak sehat selama ini.
        Akhirnya, dalam tulisan sederhana ini, penulis menyarankan kepada seluruh Notaris, agar : pertama, jagalah khitah sebagai pejabat yang bermartabat dan terhormat, kedua, jagalah harmonisasi sesama rekan sejawat dan hilangkan perasaan persaingan tidak sehat dan saling menjauhkan, Ketiga, jadilah konsultan hukum yang baik bagi masyarakat pemakai jasa notaris, tanpa perlu membanting harga pada titik terendah, Keempat, teruslah luangkan waktu membaca buku buku hukum dan aturan perundang-undangan minimal yang kongruen atau sinkron dengan kenotariatan sebagai salah satu kekuatan diri. Kelima, upayakan asah ilmu pengetahuan dengan mengikuti .segala acara pelatihan yang diselenggarakan oleh organisasi (INI dan IPPAT-pen). Keenam, kembalikan pendidikan kenotariatan ke spesialis. Atau, jika tetap program MKn juga, sebaiknya lebih memperbanyak mata kuliah praktik, ketimbang mata kuliah teori. Dan, hendaknya, tesis hanya dijadikan sebagai mata kuliah pilihan saja,, bukan lagi mata kuliah wajib, seperti yang terjadi di seluruh PT Penyelenggara Prodi MKn selama ini.
Semoga bermanfaat.

*)
Hendra Idris

,
adalah Notaris dan PPAT di Padang, Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) FH Unand, Ketua Pengurus Wilayah INI Sumbar.