SELAMAT DATANG Kepada Seluruh Peserta yang sudah melakukan pendaftaran dan pembayaran Acara Pembekalan Kenotariatan, 5 Maret 2016 di Premier Basko Hotel, Padang

Kamis, 20 Maret 2014

ASPEK YURIDIS SIDIK JARI DALAM PEMBUKTIAN

ASPEK YURIDIS
SIDIK JARI DALAM PEMBUKTIAN
Oleh :
Kepala Pusat INAFIS
BARESKRIM MABES POLRI
Brigjen (Pol) Bekti Suhartono


Sejarah singkat perkembangan sidik jari sebagai alat identifikasi :

       Sidik jari sudah digunakan manusia sejak berabad-abad lalu. Bukti telah digunakannya sidik jari bisa dilihat pada penemuan orang Indian pada jaman Prasejarah dimana lukisan kasar sidik jari ditemukan pada sebuah batu karang di Nova Scotia juga pada jaman Dinasti Tang di abad ke-8 ditemukan adanya sidik jari tanah liat yang diartikan sebagai segel atau materai dari pada surat-surat jual beli.
      Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan manusia, perkembangan metode identifikasi sidik jari juga mengalami perkembangan, diantaranya :
Marcelle Malpigi (1686), guru besar Anatomi pada Universitas Bologna dengan mempergunakan mikroskop mengamat-amati garis-garis tertentu pada permukaan telapak tangan dan menemukan bahwa pada bagian ujung jari terdapat garis yang berbentuk loop dan spiral. Penelitian tidak berlanjut.
John Purkinye, guru besar Anatomi pada Universitas Breslau dalam tesisnya mengemukakan tentang keanekaragaman corak lukisan yang dibentuk oleh jalannya garis-garis papiler itu dan menggolongkannya menjadi 9 jenis (Plain Arch, Tented Arch, Ulnair Loop, Radial Loop, Plain Whorl, Twinted Loop, Lateral Pocket Loop, Central Pocket Loop dan Accidental). Penelitian tidak berlanjut.
Sir William Herchel (1858), seorang pembesar Inggris yang berdinas di distrik Hogly Bengal (India) yang mengharuskan kepada penduduk setempat membubuhkan sidik jari (sebagaimana hal nya dengan tanda tangan) pada setiap surat perjanjian dengan tujuan agar pihak-pihak yang bersangkutan mematuhi isi perjanjiannya dan untuk mencegah ketidak jujuran.
        Pada tahun 1877 Herchel menggunakan sidik jari sebagai sarana identifikasi terhadap orang hukuman.
Dr.Henry Faulds (1880), dalam Journal yang ditulis Ia menyarankan penggunaan sidik jari untuk keperluan identifikasi dimasa yang akan datang, juga menyarankan agar digunakan alat pengambilan sidik jari yang dibubuhi tinta. Lebih jauh dikemukakan bahwa sidik jari yang tertinggal di tempat kejadian perkara kejahatan, dapat dipergunakan untuk mengidentifisir pelakunya. Dalam Journalnya disertakan gambar sidik jari yang tertingal pada botol alkohol, kajian ini merupakan pengenalan kembali pelaku kejahatan melalui sidik jari latent yang pertama.
        Mr. Gilbert Thompson (1882), sidik jari resmi di gunakan di Amerika Serikat dengan membubuhkan sidik jarinya sendiri dalam surat pemesanan barang untuk menghindari pemalsuan.
Juan Vucetich (1891), pejabat Kepolisian di Argentina yang menyusun file pertama bagi seperangkat sidik jari untuk keperluan Kepolisian. Sistem Vucetich sampai sekarang ini masih dipergunakan dinegara-negara berbahasa Spanyol.
        Sir Edward Henry (1901), telah menyederhanakan metode perumusan Galton dan membuatnya mudah digunakan untuk keperluan Kepolisian.
      Selanjutnya sistem galton Henry, dengan beberapa perubahannya serta perluasannya digunakan diseluruh Amerika Serikat dan negara-negara yang berbahasa Inggris diseluruh dunia.
1902 Pemerintahan Kota New York mulai mengambil sidik jari terhadap pelamar kerja untuk mencegah jangan sampai seorang penjahat diterima sebagai pegawai negeri.
      1903 terjadi kasus terhukum bernama Will West yang memiliki saudara kembar seorang residivis bernama William West dengan ukuran tulang (metode Bertillonage) dan potret yang sama persis, namun setelah diperiksa sidik jarinya ternyata tidak sama. Hal ini membuktikan adanya kekhususan dari sidik jari.
Masalah sidik jari terus berkembang sampai dengan tahun 1970 untuk pertama kalinya berhasil diciptakan suatu peralatan komputer khusus yang mampu membaca dan mengklasifikasikan sidik jari. Peralatan ini dipasang dan dioperasikan pada bulan Agustus 1972 di FBI Identification Division.
     Polri memiliki peranan sebagai Aparat Penegak Hukum juga sebagai Pelayan Masyarakat, hal ini menuntut   satu konsekuensi logis bahwa dalam menjalankan perannya baik dalam Gakkum maupun Yanmas, Polri harus profesional dan mampu menjawab tuntutan perkembangan jaman yang ada.
      Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15, Polisi berwenang diantaranya untuk mengambil sidik jari dan memotret seseorang. Selain berperan secara Intern, Polri juga berperan aktif secara ekstern diantaranya ikut berperan aktif dalam mendukung proses penerbitan e-KTP di Kemendagri. Polri Cq. Pusinafis Bareskrim Polri ikut memberikan dukungan teknis dalam pelatihan pengambilan sidik jari yang diperlukan untuk penerbitan e-KTP.
Biometrik yang sudah dijadikan sebagai suatu metode Identifikasi (pengenalan kembali) itu sendiri ada bermacam-macam seperti Fingerprint, Palmprint, Tatto, Iris, Face Recognition & Reconstruction, Footprint, Earmark, Lipsprint, Dental, Voice Recognition juga DNA.
      Sidik jari sebagai salah satu metode Identifikasi Primer terhadap manusia tidak perlu lagi diragukan ke akuratannya. Dengan waktu yang relatif singkat dan biaya yang sangat murah (hanya perlu tinta dan kertas) pegugas bisa langsung menetapkan sidik jari tersebut identik atau tidak dengan seseorang.
Keakuratan yang dimiliki oleh sidik jari bisa sangat tinggi, karena sidik jari manusia tidak akan ada yang sama meskipun dari seorang yang lahir kembar. Penelitian yang dilakukan oleh Kepolisian Jepang telah membuktikan hal ini, meskipun seseorang lahir kembar 4 namun dari keempat orang tersebut tidak ada yang memiliki sidik jari yang sama. Selain tidak ada yang sama sidik jari juga tidak akan berubah seumur hidupnya manusia, sangat sulit dipalsu, dapat dirumus dan di administrasikan. Sidik jari bisa di proses baik secara manual maupun secara komputerisasi menggunakan AFIS (Automatic Fingerprint Identification System).
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris Pasal 16 Ayat 1 huruf C : “Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta Akta” sehingga pada saat kita menggunakan identifikasi sidik jari itu bukan merupakan kemunduran melainkan justru suatu tuntutan dan amanah Undang-Undang untuk memberikan kepastian hukum terhadap seseorang khususnya yang berhubungan dengan masalah Akta yang dibuat oleh seorang Notaris.
      Sifat unik sidik jari diantaranya adalah :
Sejak lahir hingga meninggal tidak akan berubah : Pola sidik telah terbentuk sejak janin masih dalam kandungan (umur 13 minggu).
Tidak ada yang sama : Dengan 12 (dua belas) titik persamaan maka kemungkinan ditemukannya sidik jari yang sama adalah 1 : 〖10〗^12. Dengan jumlah penduduk dunia saat ini (± 7,2 milyar) maka tidak akan ada sidik jari yang sama.
Dapat diadministrasikan dan di rumus : Dimulai dari penelitian yang dilakukan oleh Sir Francis Galton (1822-1911) dan disempurnakan oleh Sir Edwar Henry (1950-1931) perumusan sidik jari terus berkembang dan mengalami penyempurnaan dan telah digunakan secara luas sejak tahun 1900 sampai saat ini.
      Sesuai dengan Pasal 184 KUHAP dimana alat bukti dalam perkara terdiri dari:
Keterangan Saksi.
Keterangan Ahli.
Surat.
Petunjuk.
Keterangan Terdakwa.
      Posisi sidik jari itu sendiri dalam pembuktian bisa sebagai Petunjuk bahwa ada keterkaitan pemilik sidik jari dengan barang bukti (Akta). Paling tidak orang yang membubuhkan sidik jarinya tersebut telah benar-benar tau dan memahami isi Akta sebelum dia membubuhkan sidik jarinya. Karena sifat sidik jari yang unik seperti telah dijelaskan diatas, maka apabila ada pihak-pihak yang berkepentingan ingin memalsukan sidik jari dalam akta bisa di buktikan.
      Pemeriksaan perbandingan sidik jari hanya bisa dilakukan oleh seorang ahli, dimana seseorang dikatakan ahli bisa karena telah mendapatkan pelatihan khusus atau karena telah berdinas dalam pemeriksaan sidik jari dalam kurun waktu tertentu. Hasil pemeriksaan perbandingan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan yang bisa dihadirkan sebagai bukti dipengadilan dan orang yang melakukan pemeriksaan perbandingan sidik jari bisa dimintai keterangan sebagai saksi Ahli.
    Dengan demikian, manakala didalam Akta yang dibuat oleh Notaris telah dilekatkan sidik jari dan dikemudian hari terjadi sengketa terhadap isi Akta sidik jari tersebut dapat digunakan sebagai pembuktian Yuridis dan sesuai dengan Pasal 184 KUHAP maka dengan sidik jari tersebut maka 2 (dua) alat bukti yang sah telah terpenuhi.
       Pembuktian dengan sidik jari bukan suatu kemunduran, karena sistem AFIS sendiri sudah tergelar hampir diseluruh dunia karena pembuktian secara ilmiah (contoh diantaranya sidik jari) merupakan kebutuhan mutlak yang tidak terbantahkan lagi.
Dengan adanya nota MoU Polri dan Kemendagri yang ditindak lanjuti dengan kerja sama Teknis antara Kabareskrim Polri dengan Dirjen Adminduk, Polri Cq. Pusinafis Bareskrim Polri dapat mengakses data sidik jari yang tersimpan didalam database e-KTP. Pemanfaatan data e-KTP ini dilakukan melalui MAMBIS (Mobile Automatic Multi Biometric Identification System) dan aplikasi berbasis wab base melalui Portal. Saat ini alat MAMBIS sudah terdistribusi sebanyak 500 (lima ratus) unit yang didistribusikan untuk seluruh Polda dan Polres yang ada di Indonesia.
AMANAT UU NO.2 TAHUN 2014.
       Dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Pembuktian Yuridis terhadap sebuah Akta dapat dilakukan dengan tanda tangan dan sidik jari yang dilekatkan, hal ini akan semakin memberikan kepastian hukum bagi seluruh warga negara.
      Tanda tangan masih mudah untuk dipalsukan, disamping itu sangat sulit untuk mencari data pembanding tanda tangan dan yang pasti tanda tangan sering berubah rubah. Perubahan tanda tangan seseorang bisa dipengaruhi karena posisi pegangan pena yang berbeda, posisi yang berbeda pada saat membubuhkan tanda tangan juga dapat mempengaruhi tanta tangan itu sendiri.
Disamping itu mood seseorang juga dapat berpengaruh terhadap tanda tangan yang dibubuhkan. Perbedaan itu bisa dilihat dari titik mula panarikan tanda tangan, tekanan yang diberikan pada posisi tertentu termasuk titik berakhirnya garis.
      Dengan sidik jari, Akta akan semakin memberikan kepastian hukum kepada warga masyarakat karena sudah pasti sidik jari tidak akan pernah berubah, tidak ada orang yang memeiliki sidik jari yang sama, suatu metode yang akurat mudah dan murah selain itu sidik jari dapat diadministrasikan dan jauh lebih mudah menemukan sidik jari pembanding apalagi setelah terjalinnya kerjasama pemanfaatan data sidik jari dari e-KTP. Hal ini berarti seluruh sidik jari warga negara indonesia yang telah memiliki e-KTP bisa dijadikan pembanding dan dapat dengan mudah didapatkan.
     Pusinafis telah banyak melakukan pemeriksaan sidik jari yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan baik untuk kasus dugaan tindak pidana maupun untuk perdata. Khusus untuk kasus tanah, sepanjang tahun 2013 Pusinafis melakukan pemeriksaan perbandingan sidik jari 5 (lima) permintaan dari kewilayahan. Dan untuk tahun 2014 sampai dengan bulan Februari, Pusinafis Bareskrim telah melakukan pemeriksaan perbandingan sidik jari yang diduga terjadi tindak pidana sebanyak 3 (tiga). Selain di Pusinafis Bareksrim Polri, pemeriksaan perbandingan sidik jari juga bisa di lakukan di Sie Ident Polda yang memiliki anggota identifikasi yang telah lulus kualifikasi untuk melakukan pemeriksaan perbandingan.
      Dari hasil pemeriksaan yang diperoleh ada yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan pemeriksaan (kabur). Hal ini dikarenakan pada saat sidik jari di bubuhkan kedalam surat hibah/Akta jual beli/surat perjanjian, dll garis papiler sidik jari tidak bisa dibaca karakteristiknya. Hal ini bisa karena pada saat hendak membubuhkan sidik jari, tangan dalam keadaan basah dan tidak dikeringkan terlebih dahulu disamping itu tinta yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap kualitas sidik jari yang diambil. Sudah semestinya, tinta yang digunakan untuk mengambil sidik jari adalah dengan tinta khusus sidik jari agar sidik jari yang dilekatkan kedalam akta tidak mleber dan bisa terbaca dengan jelas karakteristik garisnya.
      Satu sidik jari dikatakan identik apabila antara sidik jari latent dengan pembading pada saat dilakukan pemeriksaan perbandingan dapat ditemukan minimal 12 (dua belas) titik persamaan. Sidik jari seseorang mungkin memiliki bentuk pokok lukisan yang sama dengan orang lain, namun untuk karakteristik garis papilernya tidak mungkin ada yang sama. Dalam pemeriksaan perbandingan ini, yang di cari adalah karakteristik garis papilernya (misalnya garis berhenti, garis membelah, pulau, taji, jembatan, pulau dan garis pendek).
      Mengingat arti pentingnya sidik jari dalam pengidentifikasian orang, maka sesuai amanat UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang jabatan Notaris, disarankan untuk sidik jari jempol kanan dan jempol kiri dilekatkan kedalam Akta yang dibuat oleh seorang Notaris.
Sedangkan untuk sidik 10 (sepuluh) jari diambil menggunakan formulir sidik jari (kartu AK-23) untuk kemudian formulir tersebut dilekatkan jadi satu bersama dengan Akta.
      Agar pelekatan sidik jari dapat maksimal selain digunakan tinta khusus sidik jari juga dibutuhkan adanya teknik khusus dalam pelekatan sidik jari. Hal ini untuk meminimalisir terdapatnya sidik jari yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan pemeriksaan perbandingan sidik jari (kabur).

Tidak ada komentar: